Review Gone Girl

14.36 Unknown 0 Comments

Poster Gone Girl
Di luar jendela rintik hujan sudah mulai turun. Pas sekali suasana yang relatif tenang ini untuk menyalurkan hasrat menulis saya. Kebetulan saya baru saja menyelesaikan sebuah film bergenre thriller psikologi yang berjudul Gone Girl, merasa terusik dengan isi filmnya maka saya memutuskan menulis apa yang saya pikirkan tentang itu.
Gone Girl adalah sebuah film drama yang hadir pada tahun 2014 silam. Saya telat sekali baru menontonnya sekarang. Tapi siapa peduli. Kita mulai saja lagi. Ben Affleck dan Rosamund Pike ialah dua pemeran utama film ini. Disutradarai oleh professional di bidangnya yakni David Fincer yang dulunya juga menyutradarai film Social Network, menyebabkan film ini layak diacungi jempol karena ceritanya yang kompleks namun diurai dengan dialog-dialog renyah, alur cerita yang tidak terduga, dan menguak fenomena kelainan jiwa yaitu psikopat. Uniknya ini kisah psikopat di dalam permasalahan rumah tangga.
Pernikahan merupakan hal penting dalam kehidupan seseorang sebagaimana kita ketahui bahwa keputusan menikah bukanlah keputusan yang mudah. Tentu saja ada banyak yang perlu dipertimbangkan selain soal masalah perasaan diantara keduanya. Menikah  melibatkan materi, keluarga, masa lalu, dan prinsip. Kau tidak akan menikah dengan orang yang tidak  kau kenal. Sayangnya, seberapa pun kau mengharapkan pernikahan yang ideal pasti ada saja cacatnya. Pada kasus Gone Girl masalah muncul setelah lima tahun pernikahan. Sang suami yang bernama Nick sekian lama menganggur menjadi pemicu dalam hubungan karena menjadi masalah ekonomi. Tak hanya menganggur, Nick pun berselingkuh dan istrinya, Amy Dunne, mengetahui hal tersebut.
Sakit hati, amarah, dan perasaan dikhianati lainnya membuat Amy Dunne merencanakan sebuah pelarian yang ia rancang untuk memberi pelajaran pada suaminya. Pelarian yang berbeda, bukan hanya kau membuntal baju, celana, dress, dan semua keperluanmu ke dalam satu koper lalu pergi agar suaminya merasakan kehilangan. Bukan. Itu terlalu sederhana dan klasik. Bagi Amy, wanita cerdas ini merencanakan peristiwa yang akan membuat suaminya dituduh sebagai pembunuh dirinya dengan mempersiapkan segala sesuatu dengan rinci. Ia mempelajari, menghitung, dan membuat catatan hingga ia berniat bunuh diri pada akhirnya.
Kehilangan martabat menurut dirinya adalah pelajaran setimpal yang akan ia timpakan pada suaminya. Caranya yang sengaja membuat kehilangannya seperti kasus pembunuhan. Dia membuat seolah dirinya hamil, menyayat tangannya sehingga darah keluar banyak di dapur dan dibuat seolah-olah terjadi pembunuhan. Selanjutnya ia pergi dengan rasa menikmati bahwa suaminya akan dihukum mati.
            Alurnya selalu tak bisa diduga.
Kau harus melihatnya langsung bagaimana Amy dengan darah dingin membunuh seseorang dari masa lalu, demi memuluskan niat kembali kepada Nick dengan kondisi berdarah-darah.
Terakhir saya paling suka dengan adegan pembuka dan penutup film ini lewat sebuah pernyataan sekaligus pertanyaan dari Nick ketika Amy berbaring di sisinya.
“Saat memikirkan istriku, aku selalu memikirkan kepalanya. Kubayangkan memecahkan tengkoraknya yang indah. Mencopot otaknya, dan mencoba mencari jawaban.” Ia membelai rambut istrinya. Melanjutkan dengan pertanyaan terpenting dalam setiap pernikahan.
“Apa yang kau pikirkan?”
Karena Nick tidak pernah lagi tahu apa yang dipikirkan istrinya ketika ia menyadari bahwa orang yang ia cintai adalah seorang psikopat.
Demikianlah film ini akan mengguncang jiwa kita. Oke saya kira cukup. Dan hujan jugalah yang memisahkan kita berdua, kau dan saya. Saya harus membuat teh hangat yang asapnya mengepul-ngepul sebab ujung jari-jari kaki sudah terlalu banyak melepaskan panas tubuh. Satu hal yang diambil pelajaran dari drama thriller psikologi ini, bahwasanya jika kita akan menikah kenali dan lihatlah masa lalu calon pasangan seumur hidupmu.
Jangan sampai dapat psikopat!

Jakarta, 26 April 2016

D.S

0 komentar:

Sebuah Esai Siti Nurbaya: Kisah Kasih yang Tak Berujung

14.26 Unknown 0 Comments


                Marah Rusli adalah seorang sastrawan di Indonesia pada angkatan Balai Pustaka dengan karya fenomenal yang tak kenal jaman yakni roman Siti Nurbaya yang ikut membawanya sebagai penerima hadiah tahunan pemerintah Republik Indonesia tahun 1969. Kisah yang dituturkan pengarang dalam roman Siti Nurbaya ditulis hingga begitu melegenda dalam dunia sastra di Indonesia hingga dibuatkan monument berupa jembatan Siti Nurbaya di Kota Padang.
            Dalam novel ini menceritakan bagaimana kelicikan seorang rentenir tua yang memaksa menukarkan pelunasan utang dengan menikahi anak gadis korban kelicikannya. Dalam keadaan masyarakat dan bangsa yang sering ditemui kawin paksa, Marah Rusli secara jelas mampu mengangkat realitas ke dalam cerita fiktif namun dalam keadaan yang sebenarnya novel ini berbeda tipis antara bagaimana novel ini disebut sebagai cerita fiktif atau realitas.
            Dalam novel Siti Nurbaya, sang pengarang mengambil masa kolonialisme sebagai latar keseluruhan cerita dengan bagaimana keadaan setiap tokohnya yang disusun dengan rapi. Pengarang membiarkan tokoh-tokohnya berpengaruh kuat terhadap satu sama lain.
 Dalam novel ini, diceritakan bagaimana kisah tak sampai seorang gadis yang mempunyai kekasih bernama Samsul Bahri yang harus melanjutkan sekolahnya di pulau seberang hingga menyebabkan mereka berpisah sementara waktu. Di lain pihak, melihat keberhasilan Baginda Sulaiman—ayah Siti Nurbaya—, Datuk Maringgih merasa iri lalu menyuruh anak buahnya menghancurkan usaha dagang Baginda Sulaiman hingga ayah Siti Nurbaya jatuh miskin dan tak mampu membayar hutangnya kepada Datuk Maringgih.
Di sini terlihat kelicikan Datuk Maringgih yang memang mengincar Siti Nurbaya agar menjadi istri mudanya. Ia meminta pada Baginda Sulaiman apabila tidak mampu membayar hutang maka Siti Nurbaya harus rela menjadi istrinya supaya urusan utang di antara mereka selesai.
Sang tokoh utama, Siti Nurbaya pun gelisah bukan kepalang karena ia merasa bahwa harus tetap setia pada kekasihnya, Samsul Bahri, yang sedang bersekolah di Pulau Jawa. Namun, keadaan keluarganya yang didera hutang juga takkalah mendesak hingga ia harus mengambil keputusan pahit yakni menerima pinangan Datuk Maringgih tanpa mengabari kekasihnya terlebih dahulu.
Suatu waktu, Samsul Bahri pulang dan tak sabar untuk menemui Siti Nurbaya. Ia kaget mengetahui kekasihnya kini sudah menjadi istri orang. Datuk Maringgih yang tidak menyukai Samsul Bahri pun menyebar fitnah hingga menyebabkan terusirnya Samsul Bahri dari kampong halamannya sendiri.
Dalam perjalanannya, ternyata Siti Nurbaya yang juga sudah diusir dari rumah, mencoba menyusul Samsul Bahri. Namun hal itu segera saja diketahui suaminya yang langsung membuat muslihat agar Siti Nurbaya kembali pulang. Sayangnya, Datuk Maringgih juga tak puas, hingga memutuskan untuk meracuni istri mudanya tersebut.
Kematian Siti Nurbaya membuat tokoh-tokoh utama yang lain dalam roman ini berubah. Samsul Bahri demi membalaskan dendamnya ikut dalam ketentaraan Belanda dan dikirim ke Padang untuk menumpas pemberontakan anti pajak yang dipimpin Datuk Maringgih.
Jika kita menilik pada penghujung cerita, kedua tokoh utama ini sama-sama menjemput ajal setelah terlibat pertarungan sengit dan mati dalam keadaan yang sungguh berbeda dari kisah awal yang dituturkan pengarang sebagaimana Datuk Maringgih sebagai tuan tanah licik yang mati membela hak-hak rakyat pribumi dan sebaliknya Samsul Bahri seorang tokoh terdidik namun di ujung kisah mati sebagai bagian dari kompeni.
Marah Rusli sukses membuat bagaimana alur cerita itu menjadi sangat hidup dengan pertikaian yang dalam realitas dapat ditemui dalam masyarakat di jaman colonial. Dalam novel ini juga dapat diambil pesan moral yaitu dalam situasi sulit sebuah karakter dapat berubah. Terkadang suatu sifat yang buruk dapat berubah jika keadaan memaksanya untuk memilih kebenaran dan sebaliknya.

DS. Jakarta 2015.

0 komentar:

Tentang Dirimu

14.20 Unknown 0 Comments

Adakah kesepian yang paling menggigit selain ketiadaan dirimu, mata yang paling cahaya. Setiap kali petang datang menyapa sudut-sudut kamar, kau membesar sebagai sebuah bayang hitam yang mengikutiku. Atau ketika malam turun ke bumi, kamu, ya, kamu, tidak pernah melewatkan sekalipun waktu yang berdetak-detak itu hanya untuk membiarkan nestapa singgah. Kamu senang sekali memeluk pikiran, seolah-olah separuh kewarasanku ditentukan oleh ada dan tiadanya dirimu. Mari sini sayangku, kamu yang tak pernah lelah, tak pernah berhenti hadir, genggamlah erat tanganku, dan pegang janjiku. Kau tak akan pergi kemana-mana selain ada aku bersamamu.

DS. 2015. 

0 komentar: